TUJUAN PENGEMBANGAN SORGUM DI INDONESIA
TUJUAN PENGEMBANGAN SORGUM
Tujuan pengembangan sorgum adalah untuk
memenuhi kebutuhan pangan, pakan ternak, energi dan industry di lahan kering
atau pembangunan daerah tertinggal.
MANFAAT
1.
PANGAN : biji dibuat tepung untuk aneka kue dan nasi sorgum, dll.
2.
PAKAN : batang sorgum dapat dibuat silase untuk pakan
sapi, biji dapat digunakan sebagai pakan ayam, burung puyuh, bebek, dll
3.
ENERJI : nira batang sorgum dapat dibuat bioethanol.
4. INDUSTRI : batang sorgum dapat diekstrak untuk memperoleh xilitol dan gula semut.
Biji sorgum juga dapat digunakan untuk budidaya jamur tiram
Karakteristik Tanaman Sorgum
Taksonomi Sorgum
Sorgum mempunyai nama umum yang beragam, yaitu sorghum
di Amerika Serikat dan Australia, durra di Afrika, jowar di
India, bachanta di Ethiopia (FAO, 2007), dan cantel di Jawa
(Hoeman, 2007).
Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum termasuk
Divisi Angiospermae yaitu jenis tumbuhan dengan biji tertutup; Kelas
Monocotyledoneae yaitu jenis tumbuhan yang mempunyai biji berkeping satu dengan
Sub-kelas Liliopsida; Ordo Poales yang dicirikan melalui bentuk tanaman terna
dengan siklus hidup bersifat annual atau semusim; Famili Poaceae atau
Gramineae yaitu tumbuhan jenis rumput-rumputan dengan karakteristik batang
berbentuk silinder dengan buku-buku yang jelas; dan Genus Sorghum
(Tjitrosoepomo, 2000).
Tanaman sorgum setidaknya memiliki 30 spesies,
namun yang sangat umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu Sorghum
helepense (L.) Pers., Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan
Sorghum bicolor (L.) Moench. (De Wet et al., 1970 dalam
House, 1985). Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi
tanaman komersial di dunia adalah S. bicolor (L.) Moench. Penyebaran
spesies ini meliputi seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan,
pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri (House, 1985).
Berdasarkan pada tipe spikelet (bentuk bulir), S.
bicolor dibagi menjadi 5 ras dasar, yaitu bicolor, guinea, caudatum,
kafir, dan durra. Karakteristik ras bicolor yaitu bentuk
bulir panjang hampir menyerupai bulir padi, guinea bentuk bulirnya bulat
dengan posisi menapak secara dorso-ventral, caudatum bentuk bulir
tidak simetris, kafir bentuk bulir mendekati simetris, sedangkan durra
bentuk bulirnya bulat pada bagian atas dengan bagian dasar menyempit. Selain
lima ras dasar tersebut terdapat 10 ras hibrida hasil persilangan antara dua
ras dasar (Harland dan De Wet, 1972 dalam House, 1985). Ras hibrida yang
dikembangkan di Amerika Serikat telah menjadikan negara ini sebagai produsen
dan eksportir sorgum terbesar di dunia dengan produksi rata-rata 17,50 juta
ton/tahun, sedangkan total produksi sorgum dunia berkisar 63,90 juta ton/ tahun
(FAO-ICRISAT, 1996).
Morfologi Sorgum
Sebagai tanaman yang termasuk kelas
monokotiledone, sorgum mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer tumbuh
pada saat proses perkecambahan berlangsung dan seiring dengan proses
pertumbuhan tanaman muncul akar sekunder pada ruas pertama. Akar sekunder
kemudian berkembang secara ekstensif yang diikuti matinya akar primer. Pada
tahap selanjutnya, akar sekunder inilah yang kemudian berfungsi untuk menyerap
air dan unsur hara serta memperkokoh tegaknya batang. Keunggulan sistem
perakaran pada tanaman sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman ratun (ratoon) hingga dua atau tiga kali lebih
dengan akar yang sama (House, 1985).
Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan
rangkain berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk
batangnya silinder dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara
0,5-5,0 cm. Tinggi batang tanaman sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m
tergantung pada varietas (House, 1985). Tinggi batang sorgum manis yang
dikembangkan di China dapat mencapai 5 m, dan struktur tanaman yang tinggi
sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002).
Pada beberapa varietas sorgum batangnya dapat menghasilkan tunas baru membentuk
percabangan atau anakan dan dapat tumbuh menjadi individu baru selain batang
utama (Steenis, 1975 dalam House, 1985).
Sorgum mempunyai daun berbentuk seperti pita
sebagaimana jagung atau padi dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan
tangkai daun. Posisi daun terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang
dengan pangkal daun menempel pada nodes. Daun sorgum rata-rata
panjangnya satu meter dengan penyimpangan lebih kuran 10-15 cm (House, 1985).
Jumlah daun bervariasi antara 13-40 helai tergantung varietas (Martin, 1970),
namun Gardner et al. (1991) menyebutkan bahwa jumlah daun sorgum
berkisar antara 7-14 helai.
Daun sangat penting sebagai organ fotosintesis
yang merupakan produsen utama fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai
indikator pertumbuhan terutama untuk menjelaskan proses pembentukan biomassa
(Sitompul dan Guritno, 1995). Hasil penelitian Bullard dan York (1985)
menunjukkan bahwa banyaknya daun tanaman sorgum berkorelasi tinggi dengan
panjang periode vegetatif yang dibuktikan oleh setiap penambahan satu helai
daun memerlukan waktu sekitar 3-4 hari. Freeman (1970)
menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun bendera (leaf blades) yang
muncul paling akhir, yaitu bersamaan dengan inisiasi malai. Daun bendera muda
bentuknya kaku dan tegak dan sangat penting artinya sebagai pintu transportasi
fotosintat.
Sorgum termasuk tanaman
menyerbuk sendiri (self pollination), dimana pada setiap malai terdapat bunga
jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Proses penyerbukan dan
fertilisasi terjadi apabila glume atau sekam dari masing-masing bunga membuka.
Karena proses membukanya glume antara bunga jantan dan bunga betina tidak
selalu bersamaan, maka pollen dapat viable untuk jangka waktu 10-15 hari
(House, 1985).
Malai tanaman sorgum beragam
tergantung varietas dan dapat dibedakan berdasarkan posisi, kerapatan, dan
bentuk. Berdasarkan posisi, malai sorgum ada yang tegak, miring dan melengkung;
berdasarkan kerapatan, malai sorgum ada yang kompak, longgar, dan intermediate;
dan berdasarkan pada bentuk malai ada yang oval, silinder, elip, seperti
seruling, dan kerucut (Martin, 1970).
Fisiologi Sorgum
Sorgum sebagaimana tebu dan
jagung digolongkan sebagai tanaman C-4, yaitu spesies tanaman yang menghasilkan
asam empat karbon (asam malat dan aspartat) sebagai produk utama awal penambatan
CO2. Tanaman jenis ini dikenal
sangat efisien dalam fotosintesis karena mempunyai sel mesofil dan sel seludang
berkas yang keduanya dimanfaatkan untuk menambat CO2. Produk metabolisme hasil penambatan CO2 pada sel mesofil adalah asam malat dan asam aspartat, sedangkan
pada sel seludang berkas adalah 3-phosphoglycerate acid (3-PGA), sukrosa, dan
pati (Salisbury dan Ross, 1995).
Tingginya produktivitas
tanaman C-4 dibandingkan tanaman C-3 karena pada tanaman C-4 kedua sistem
penambatan CO2 yaitu melalui
mekanisme sel mesofil dan sel seludang berkas saling bahu membahu untuk
menghasilkan produk akhir fotosintesis. Produk berupa asam malat dan asam
aspartat yang dihasilkan oleh sel mesofil dengan cepat ditransfer ke sel
seludang berkas, dan pada sel ini asam empat karbon tersebut mengalami
dekarboksilasi dengan melepaskan CO2
yang kemudian ditambat oleh Rubisco untuk dirubah menjadi 3-PGA. Selain
mekanisme tersebut, sel seludang berkas tanaman C-4 secara anatomi lebih tebal dibandingkan sel
seludang berkas tanaman C-3 sehingga lebih banyak mengandung kloroplas,
mitokondria, dan organel lain yang berperan sangat penting dalam proses
fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995; Orsenigo et al., 1997; Taiz dan Zeiger,
2002).
Karakteristik tanaman C-4 yaitu
pada penyinaran tinggi dan suhu panas tanaman ini mampu berfotosintesis lebih
cepat sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak dibandingkan tanaman C-3
(Salisbury dan Ross, 1995). Selain sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas
tanaman sorgum juga didukung oleh fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi oleh
lilin yang dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran
yang ekstensif. Kedua faktor ini menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif
dalam pemanfaatan air (House, 1985), sehingga produktivitas biomassa sorgum
lebih tinggi dibandingkan jagung atau tebu yang sama-sama tanaman C-4 (Hoeman,
2007).
Keunggulan proses fisiologi tanaman sorgum
lainnya adalah memiliki gen pengendali untuk berada dalam kondisi stay-green
sejak fase pengisisan biji. Fenomena stay-green ini berhubungan dengan
kandungan nitrogen daun spesifik (specific leaf nitrogen) yang lebih
tinggi sehingga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan radiasi dan transpirasi
(Borrel et al., 2005). Fisiologi stay-green pada akhirnya mampu
memperlambat proses senescen pada daun (Mahalakshmi dan Bidinger, 2002)
sehingga tanaman sorgum mampu mengelola batang dan daunnya tetap hijau walaupun
pasokan air sangat terbatas (Borrel et al., 2006).
Kemampuan sorgum beradaptasi pada kondisi
kekeringan tidak terlepas dari karakter morfologi dan fisiologi di atas,
sehingga sorgum dikenal sebagai tanaman yang toleran terhadap kekeringan.
Beberapa karakter penting yang terdapat pada
tanaman sorgum menurut SFSA (2003) adalah:
(1) menghasilkan akar yang lebih banyak
dibandingkan tanaman serealia lainnya,
(2) daun mempunyai lapisan lilin dan kemampuan
menggulung sehingga meningkatkan efisiensi transpirasi,
(3) dapat dorman selama kekeringan dan tumbuh
kembali ketika kondisi favorable,
(4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem
perakaran berkembang dengan baik,
(5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam jenis gulma, dan
(6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan
tanaman serealia lainnya.
Comments