Sorgum sebagai Sumber Pangan dan Bahan Baku Bioetanol


Sumber Pangan

Sorgum termasuk tanaman serealia penting di dunia yang ditunjukkan oleh luas areal tanam, produksi dan kegunaannya yang menduduki peringkat kelima setelah gandum, padi, jagung, dan barley (Martin, 1970; Doherty et al., 1981; House, 1985; Tribe 2007). Di negara yang beriklim panas, seperti beberapa negara Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Tengah, sorgum dijadikan sebagai bahan pangan utama (House, 1985; Green Car Congress, 2009). Sebagai sumber pangan di wilayah Afrika, sorgum dikonsumsi lebih dari 300 juta penduduknya (Mogusu, 2005; Gudu et al., 2009) dan umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan tepung atau pasta (Obilana, 1981). Produk olahan tepung lebih menguntungkan karena praktis serta mudah diolah menjadi berbagai produk makanan (Suarni, 2004). Produk olahan sorgum diantaranya adalah roti, bubur, bahan minuman termasuk sirup dan bir, serta gula atau jaggery (Rajvanshi dan Nimbkar, 2005).

Banyaknya ragam makanan yang dapat dihasilkan oleh sorgum menjadikan tanaman ini sebagai serealia penting dan sangat potensial untuk program diversifikasi pangan, terutama di negara yang mengalami penurunan produksi bahan pangan utama seperti Indonesia. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dikutip oleh Khomsan (2006), konsumsi beras orang Indonesia rata-rata 120-130 kg/kapita/tahun. Apabila konsumsi beras ini dapat diturunkan menjadi 100 kg/kapita/tahun melalui program diversifikasi pangan, maka akan menurunkan permintaan beras nasional setara dengan 4,3 juta ton/tahun.

Berkaitan dengan program diversifikasi pangan di Indonesia, sorgum merupakan serealia yang paling potensial digunakan sebagai substitusi beras karena kandungan gizinya setara (Sirappa, 2003; Suarni, 2004), produktivitas bijinya tinggi (Dirjen Tanaman Pangan, 2007), dan secara genetik tanaman sorgum mampu tumbuh pada agroekologi yang panas dan kering dimana tanaman serealia lain sulit tumbuh (FAO-ICRISAT, 1996). Sorgum sangat berpeluang untuk dikembangkan menjadi pangan premium karena keunggulannya, seperti kandungan glutennya yang sangat rendah (glutenous free food) dan indek glikemiknya yang juga rendah (low glicemiks index) sehingga sangat sesuai untuk konsumen dengan kebutuhan gizi khusus (Sungkono et al., 2009).

Keunggulan sorgum sebagai sumber pangan telah menarik minat Bill and Melinda Gates Foundation yang dipimpin oleh Bill Gates memberikan hibah sebesar US$ 16.9 juta kepada Africa Harvest Biotech Foundation di Kenya pada tahun 2005. Program ini bertujuan mengembangkan varietas sorgum yang mempunyai level vitamin, mineral, dan protein tinggi dalam rangka perbaikan gizi masyarakat di negara miskin (Mogusu, 2005). Saat ini di seluruh dunia terdapat lebih dari 170 juta anak usia prasekolah berada pada status gizi buruk yang sebarannya terbanyak di negara-negara miskin dan berkembang yang mempunyai masalah dengan pangannya (Wattimena, 2005). Sorgum dapat menjadi solusi masalah pangan bagi masyarakat miskin yang kesulitan modal usaha karena dalam budidayanya hanya membutuhkan sedikit input produksi (Hoeman, 2007).

Bahan Baku Bioetanol

Dunia saat ini sangat tergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi, padahal minyak bumi berbahan baku fosil suatu ketika cadangannya akan habis dan tidak dapat diperbaharui. Berbagai sumber energi alternatif dicari untuk menggantikan atau sebagai campuran terhadap energi fosil, dan yang paling potensial adalah energi yang dihasilkan oleh tanaman yang dapat dikonversi menjadi bahan bakar nabati (biofuel). Alasan penggunaan bahan bakar nabati sebagai pengganti atau campuran bahan bakar fosil adalah sumber bahan bakunya mudah diperoleh, dapat diproduksi secara massal, dan renewable (Grassi-EUBIA, 2005; Widodo, 2006).

Sorgum manis (sweet sorghum) memenuhi persyaratan sebagai bahan baku bioetanol karena dapat tumbuh dalam berbagai agroekologi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan memerlukan input produksi yang relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman penghasil bioetanol lain (Hoeman, 2007). Sorgum manis produksi biomassanya tinggi karena mempunyai efisiensi fotosintesis yang tinggi yaitu 2,5% sama dengan tebu, namun pada beberapa jam tertentu dalam siklus harian, sorgum manis mempunyai efisiensi fotosintesis maksimum yang mencapai 27% (Grassi-EUBIA, 2005). Efisiensi fotosintesis yang tinggi menjadikan
produktivitas bioetanol dari sorgum manis lebih tinggi dibandingkan gula bit, tebu, ubi kayu dan jagung yang selama ini dijadikan sebagai bahan baku utama bioetanol (Global Petroleum Club, 2007).

Tingginya produktivitas bioetanol dari sorgum manis setidaknya didukung oleh dua faktor utama, yaitu 1) produktivitas tanaman (biomassa) di lapang tinggi. Produktivitas sorgum manis hibrida varietas NTJ-2 yang dibudidayakan di India mampu menghasilkan batang 53 ton/ha dan nira (juice) sebanyak 28.000 liter/ha; dan 2) kandungan gula dan efisiensi fermentasi tinggi. Kandungan gula dari nira batang sorgum manis antara 16-23% Brix (≈ total sugar 14-21%), dengan efisiensi fermentasi berkisar antara 90-92% (Reddy dan Dar, 2007). Hasil kajian B2TP, BPPT Lampung yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2007, konsultasi pribadi) menunjukkan bahwa produksi bioetanol dari sorgum manis berbanding lurus dengan total sugar, sedangkan produksi bioetanol dari ubi kayu berbanding lurus dengan reducing sugar.

Sebagai bahan baku bioetanol, sorgum manis tidak berkompetisi dengan tanaman pangan maupun pakan ternak. Beberapa alasan yang mendukung hal ini diantaranya adalah secara botani sebagian besar bioetanol dihasilkan oleh batang, sedangkan bijinya dapat diproses menjadi bioetanol atau untuk bahan pangan dan pakan ternak. Manfaat ganda seperti ini menjadikan sorgum manis sebagai tanaman yang mampu memenuhi kebutuhan pangan, pakan ternak, dan energi dalam satu dimensi ruang dan waktu (Rajvanshi, 1989; Yudiarto, 2006).

Keunggulan sorgum manis sebagai bahan baku bioetanol telah menjadikan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Brazil, Afrika, dan Cina memberikan perhatian yang tinggi dan telah mengembangkannya dalam skala industri (Grassi, 2001). Di Amerika Serikat sorgum manis sebagai penghasil bioetanol, diantaranya diteliti dan dikembangkan oleh Universitas Oklahoma melalui Food and Agriculture Products Center Oklahoma State University. Selain itu India dan Philipina juga sedang mengembangkan industri bioetanol berbasis sorgum manis (Reddy dan Dar, 2007).

Industri dan Pasar Bioetanol

Pemanfaatan bioetanol sebagai sumber energi memberikan manfaat yang besar dari aspek lingkungan. Emisi gas buang dari anhydrous ethanol lebih bersih dibandingkan emisi gas buang energi fosil sehingga bahan bakar ini bersifat ramah lingkungan (Reddy dan Dar, 2007). Hal ini disebabkan anhydrous ethanol mempunyai nilai oktan yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakar fosil yaitu sekitar 116-120 sehingga mampu menghasilkan pembakaran yang sempurna dan mengurangi polusi (Abatiell et al., 2003; ICSC, 2007; American Coalition for Ethanol, 2007; Biomass Conversion Committe of CAREI, 2006). Penggunaan bioetanol terbukti mengurangi polusi terhadap lingkungan melalui berkurangnya emisi gas rumah kaca hingga 12% (Reddy dan Dar, 2007) sehingga permintaan dunia terhadap sumber energi ini terus meningkat.

Konsumsi bioenergi dunia yang terus meningkat menyebabkan industri bioetanol berkembang pesat. Uni Eropa pada tahun 2001 mengkonsumsi energi fosil sebesar 1.486 MTOE (Million of Tonnes Oil Equivalent) dan energi biomass sebesar 57 MTOE. Konsumsi energi biomass Uni Eropa terus meningkat, yaitu 135 MTOE pada tahun 2010, 200 MTOE pada tahun 2020, dan 500-600 MTOE pada tahun 2050 (Grassi-EUBIA, 2005). Dimulai tahun 2006/2007, dunia akan memproduksi bioetanol sebanyak 17 milyar liter (≈ 17 juta ton) yang akan digunakan untuk bahan bakar kendaraan (http://en.wikipedia.org/wiki/Ethanol-fuel, 2007). Hal ini membuka peluang untuk berkembangnya industri bioetanol dalam skala luas yang berarti membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang sangat banyak. Tingginya produktivitas bioetanol dari sorgum manis menjadikan tanaman ini secara teknis mempunyai peluang paling besar untuk dikembangkan.

Pada skala industri, efisiensi sorgum manis dibandingkan tanaman lain sebagai bahan baku bioetanol dibuktikan pada biaya produksi dan harga bioetanol di pasaran dunia. Menurut Grassi-EUBIA (2005), biaya produksi bioetanol di Eropa dengan bahan baku konvensional seperti gandum, jagung, dan gula bit mencapai 400-500 €/ton (€=pounsterling), sedangkan jika menggunakan sorgum manis biaya produksinya hanya berkisar 250 €/ton. Prospek pasar bioetanol sangat menjanjikan karena harga bioetanol di pasaran dunia pada tahun 2005 mencapai 500 €/ton di Amerika Serikat, dan 590 €/ton di Eropa. Reddy dan Dar (2007) mengungkapkan bahwa industri bioetanol berbasis sorgum manis sangat efisien karena perbandingan input energi dan energi yang dihasilkan 1:8 sehingga sangat visible untuk dikembangkan dalam skala industri.

Produksi bioetanol dunia sampai saat ini didominasi oleh Amerika Serikat dengan  produksi  sekitar  12  MTOE,   kemudian  disusul  Brazil  dengan  produksi sekitar 10 MTOE.  Negara ketiga yang potensial sebagai produsen bioetanol dunia berdasarkan kondisi sumber daya alam adalah Indonesia (Henry, 2009). Indonesia merupakan negara tropis sehingga tidak terdapat hambatan berarti dari sisi iklim dan keanekaragaman hayati, serta mempunyai lahan yang luas. Hal ini disebabkan industri bioetanol sangat tergantung pada efisiensi tanaman mengkonversi energi sinar  matahari  menjadi  energi  biomassa. 

Selain  faktor  sumber  daya  alam,  yang diperlukan  Indonesia  agar  menjadi  produsen  bioetanol  dunia  adalah: 
1)  adanya dorongan, insentif, dan regulasi dari pemerintah terhadap swasta untuk mengelola industri bioetanol;
2) riset yang intensif dari hulu sampai hilir; dan
3) penerapan tataniaga  bioetanol  yang  kreatif,  seperti  tax  insentive  untuk  konsumen  atau mandatory obligation untuk penjual bahan bakar.

Tabel 1. Produksi bietanol dari beberapa tanaman

Komoditas
Hasil Panen
Hasil Produksi Bioetanol

t/ha/th
l/ha/th



Singkong
25
45,00



Ubi Jalar
62.5
78,12



Tebu
75
50,25



Sagu
6.8
41,33



Nipah
27
25,00



Batang Sorgum Manis
80
60,00



Biji Sorgum Manis
6
20,00





Sumber: Asosisasi Pengusaha Bioetanol Indonesia (Diakses tanggal 9 Juli 2010)




Tabel 2. Kandungan nutrisi dari sorgum disbanding beberapa tanaman pangan lainnya

Unsur Nutrisi
Kandungan/100 g



















Beras
Sorgum
Singkong
Jagung
Kedele








Kalori (cal)
36,0
33,2
14,6
36,1
28,6








Protein (g)
06,8
11,0
01,2
08,7
30,2








Lemak (g)
00,7
03,3
00,3
04,5
15,6








Karbohidrat (g)
78,9
73,0
34,7
72,4
30,1








Kalsium (mg)
06,0
28,0
33,0
9,0
196,0








Besi (mg)
00,8
4,4
00,7
4,6
6,9








Fosfor (mg)
01,40
28,7
04,0
38,0
50,6








Vit. B1 (mg)
00,12
0,38
0,06
0,27
0,93









Sumber: Direktorat Gizi, DEPKES RI (1992)






Tabel 3. Kandungan nutrisi dari beberapa galur mutan Batan dibandingkan tanaman induk

Unsur Nutrisi

Kandungan/100 g







Durra (Kontrol Induk)
B-100
B-76
Zh-30









Air (%)
11,15
11,35
10,71
11,20







Protein (% b.k)
10,71
12,55
12,07
12,80







Lemak (%)
2,59
2,56
2,80
2,42







Karbohidrat (% b.k)
70,63
73,59
75,53
7286







Abu (%)
1,48
1,38
1,17
1,09







Serat kasar (%)
1,22
2,20
1,53
2,21







Tanin (% polifenol)
0,016
0,030
0,016
0,011










sumber : Hasil analisa, Pusat Penelitian Kimia, LIPI (2010) Keterangan: b.k. = bobot kering





Tabel 4. Hasil Evaluasi kadar gula batang, tinggi tanaman, produktivitas biomasa dan biji dari be-berapa galur mutan sorgum dibandingkan tanaman kontrol

Varietas/Galur

Parameter Pengamatan







Tinggi tanaman (cm)
Kadar gula
Produksi biomasa
Produksi biji (t/



batang (%)
batang (t/ha)
ha)







B-100
215
14
51.00
6.82











B-95
230
15
46.14
6.34











B-92
240
16
52.43
6.10











B-90
223
16
55.29
6.75











B-83
220
14
45.71
6.72











B-76
228
16.5
54.71
6.50











B-75
233
15
58.57
6.24











B-72
230
15
50.00
10.70











B-69
230
17.2
54.71
7.01











Zh-30
140
13.8
48.57
8.53











Cty-33
263
16
75.71
6.86











Var. Durra
218
14



(Kontrol induk)


54.71
5.92







Var. Kawali
210
9



(Kontrol na-








sional)


81.86
8.21








Sumber: CV. Agro Sekar Wangi, Subang Jawa Barat (2010)

Comments

Popular posts from this blog

CARA MERAWAT BAMBU REJEKI SI PEMBAWA HOKI

TUJUAN PENGEMBANGAN SORGUM DI INDONESIA